DAFTAR
ISI
BAB. I Pendahuluan
A.
Latar belakang
B.
Permasalahan
C.
Tujuan
BAB. II Pembahasan
A.
Upacara Adat dalam masyarakat
Dayak kenayant Kalimantan Barat
B.
Kesenian tradisional Suku Dayak
kenayant Kalbar
BAB. III.
Penutup
A.
Kesimpulan
B.
Saran
Daftar
Pustaka
|
..............................................................
..............................................................
..............................................................
..............................................................
..............................................................
..............................................................
..............................................................
..............................................................
..............................................................
..............................................................
..............................................................
..............................................................
..............................................................
..............................................................
|
|
KATA
PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji dan Syukur atas Kehadiran Tuhan Yang Maha Esa
karena Berkat Rahmat Tuhan sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas Ilmu Sosial
Budaya Dasar ini dengan.
Tujuan dari penyusunan makalah ini untuk memicu kami dalam mengetahui Sosial
dan Berdudaya kedepannya.
Dalam penulisan makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan dan kelemahannya. Dengan itu saya sangat
mengharapkan koreksi dan saran perbaikan demi kesempurnaan makalah yang saya buat ini, terutama kepada Dosen (ISBD) Ilmu
Sosial Budaya Dasar mohon kritikan dan sarannya agar makalah ini bisa
memotivasi kekedepannya agar lebih baik dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Kurang dan lebihnya kami mengucapakan Terima kasih kepada
Dosen Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD)
disusun
ttd
TADEUS SUPANDI
BAB. I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Indonesia adalah Negara
yang luas yang terbentang dari sabang hingga merauke. oleh karena itu terdapat berbagai macam suku dan
masyarakat setiap suku memiliki adat istiadat masing-masing yang menjadi
keanekaragaman budaya di Indonesia
Setiap adat istiadat
terdiri dari berbagai macam kebiasaan-kebiasaan yang secara turun menur un di
warisi kepada anak cucu sejak bertaun-taun lamanya hal ini tentu saja
dikarenakan para leluhur dariinkan
budaya mereka tetap terjaga tiap dan tidak punah.
Seiring dengan
perkembangan zaman dan kemajuan teknologi pada saat ini makin banyak generasi
muda yang tidak lagi mengikuti tradisi adat istiadat nenek moyang mereka.
Mereka lebih cenderung mengikuti budaya asing yang berasal dari barat sering
kali di kenal dengan westeren culture. Anak –anak cendrung menyukai
permain-permainan moderen dan tidak lagi mengetahui maupun mengenal
permainan-permainan tradisional. Lebih mengetahu peringata-peringatan
internasional dibanding nasional terlebih tradisional. Dapat dilihad dari
mereka yang bersukaria hari valentine yang jelas-jelas berasal dari negara lain
dibandingkan merayakan upacara-upacara nenek moyangnya
Berdasarkan kenyataan tersebut maka penulis hendak mengangkat
kembali topik mengenai budaya dan adat istiadat masyarakat Dayak kenayant
berserta upacara-upacara tradisionalnya dengan makalah ”Upacara dan Kesenian
Dalam Masyarakat Dayak kenayant Kalimantan Barat
B.
Permasalahan
1.
Jenis-jenis Upacara naik Dango apa saja yang
dilakukan oleh masyarakat Dayak kenayant?
2.
Apa saja kesenian yang ditampilkan dalam upacara naik dango Dayak
kenayant?
C.
Tujuan
1.
Untuk menngetahui jenis-jenis upacara tradisional
masyarakat suku Dayak kenayant beserta prosesi dan makna naik dango dari
upacara tersebut
BAB. I I
PEMBAHASAN
acara adat Naik Dango adalah sebuah upacara untuk mengungkapkan rasa
syukur kepada Nek Jubata (sang pencipta) atas hasil panen padi yang melimpah.
Selain untuk bersyukur, masyarakat Dayak di Kalimantan Barat melakukan upacara
Naik Dango ini juga untuk memohon kepada Sang Pencipta agar hasil panen tahun
depan bisa lebih baik, serta masyarakat dihindarkan dari bencana dan
malapetaka.
Tahap pelaksanaan upacara Naik Dango yaitu sebagai berikut :
Tahap pelaksanaan upacara Naik Dango yaitu sebagai berikut :
a.
Sebelum hari pelaksanaan
Sebelum hari pelaksanaan, terlebih dahulu
dilakukan pelantunan mantra (nyangahathn) yang disebut Matik. Hal ini bertujuan
untuk memberitahukan dan memohon restu pada Jubata.
b.
Saat hari pelaksanaan
·
Pada hari pelaksanaan
dilakukan 3 kali nyangahathn :
pertama di Sami, bertujuan untuk memanggil jiwa atau semangat padi yang belum datang agar datang kembali ke rumah adat.
pertama di Sami, bertujuan untuk memanggil jiwa atau semangat padi yang belum datang agar datang kembali ke rumah adat.
·
kedua di Baluh/Langko, bertujuan untuk
mengumpulkan semangat padi di tempatnya yaitu di lumbung padi.
·
ketiga di Pandarengan, tujuannya yaitu berdoa
untuk memberkati beras agar dapat bertahan dan tidak cepat habis.
Naik Dango merupakan satu-satunya peristiwa budaya Dayak
Kendayan yang dilaksanakan secara rutin setiap tahun. Dalam Upacara Adat Naik
Dango, selain acara inti yakni “nyangahathn”.Upacara Adat Naik Dango intinya
hanya berlangsung satu hari saja tetapi karena juga menampilkan berbagai bentuk
budaya tradisional di antaranya berbagai upacara adat, permainan tradisional
dan berbagai bentuk kerajinan tangan yang juga bernuansa tradisional, sehingga
acara ini berlangsung selama tujuh hari. Penyajian berbagai unsur tradisional,
selama Upacara Adat Naik Dango ini, menjadikannya sebagai even yang eksotis
ditengah-tengah kesibukan masyarakat Dayak.
Upacara Adat Naik Dango merupakan perkembangan lebih
lanjut dari acara pergelaran kesenian Dayak
yang diselenggarakan oleh Sekretariat Bersama Kesenian Dayak (SEKBERKESDA) pada
tahun 1986.3 perkembangan tersebut kuat dipengaruhi oleh semangat ucapan syukur
kepada Jubata yang dilaksanakan Masyarakat Dayak Kendayan di Menyuke setiap
tahun setelah masa panen padi usai.
Dalam bentuknya yang tradisional,
pelaksanaan
Upacara Adat pasca panen ini dibatasi di wilayah kampung atau ketemanggungan.
Inti dari upacara ini adalah nyangahathn yaitu pelantunan doa atau mantra
kepada Jubata, lalu mereka saling mengunjungi rumah tetangga dan kerabatnya
dengan suguhan utamanya seperti: poe atau salikat (lemang atau pulut dari beras
ketan yang dimasak di dalam bambu), tumpi cucur), bontonkng (nasi yang
dibungkus dengan daun hutan seukuran kue), jenis makanan tradisional yang
terbuat dari bahan hasil panen tahunan dan bahan makanan tambahan lainnya.
B.
ASAL MULA NAIK DANGO
Naik Dango didasari mitos asal mula padi menjadi popular
di kalangan orang Dayak Kalimantan Barat, yakni cerita “Ne Baruankng Kulup”
yaitu Kakek Baruangkng Yang Kulup karena tidak sunat. Cerita itu dimulai dari
cerita asal mula padi berasal dari setangkai padi milik Jubata di Gunung Bawang
yang dicuri seekor burung pipit dan padi itu jatuh ke tangan Ne Jaek (Nenek
Jaek) yang sedang mengayau. Kepulangannya yang hanya membawa setangkai buah
rumput (padi) milik Jubata, dan bukan kepala yang dia bawa menyebabkan ia
diejek. Dan keinginannya untuk membudidayakan padi yang setangkai itu
menyebabkan pertentangan di antara mereka sehingga ia diusir. Dalam
pengembaraannya ia bertemu dengan Jubata. Hasil perkawinannya dengan Jubata
adalah Ne Baruankng Kulup. Ne Baruankng Kulup inilah yang akhirnya membawa padi
kepada “talino” (manusia), lantaran dia senang turun ke dunia manusia untuk
bermain “Gasing”. Perbuatannya ini juga menyebabkan ia diusir dari Gunung
Bawang dan akhirnya kawin dengan manusia. Ne Baruankng Kulup lah yang
memperkenalkan padi atau beras untuk menjadi makanan sumber kehidupan manusia,
sebagai penganti “kulat” (jamur, makanan manusia sebelum mengenal padi), bagi
manusia. Namun untuk memperoleh padi terjadi tragedi pengusiran di lingkungan
manusia dan jubata yang menunjukan kebaikan hati Jubata bagimanusia.
manusia dan jubata yang menunjukan kebaikan hati Jubata bagimanusia.
Makna Upacara Adat Naik Dango bagi masyarakat Suku Dayak
Kendayan antara lain , yaitu pertama: sebagai rasa ungkapan syukur atas karunia
Jubata kepada manusia karena telah memberikan padi sebagai makanan manusia,
kedua: sebagai permohonan doa restu kepada Jubata untuk menggunakan padi yang
telah disimpan di dango padi, agar padi yang digunakan benar-benar menjadi
berkat bagi manusia dan tidak cepat habis, ketiga: sebagai pertanda penutupan
tahun berladang, dan keempat: sebagai sarana untuk bersilahturahmi untuk
mempererat hubungan persaudaraan atau solidaritas.
Dalam kemasan modern, upacara Adat naik Dango ini
dimeriahi oleh berbagai bentuk acara adat, kesenian tradisional, dan pameran
berbagai bentuk kerajinan tradisional. Hal ini menyebabkan Naik Dango lebih
menonjol sebagai pesta dari pada upacara ritual. Namun dilihat dari tradisi
akarnya, ia tetap sebuah upacara adat.
Upacara
dalam masyarakat Dayak Kanayatn tidak dapat dipisahkan dari sistem kepercayaan
dan religi. Perwujudannya direalisasikan melalui berbagai ritus atau upacara
ritual, agar mereka memperoleh pertolongan roh gaib, roh para leluhur, dan
Jubata. Upacara dalam konsep kepercayaan seperti itu dimaksudkan sebagai
pembuktian keyakinan terhadap Jubata sekaligus pemantapannya. Ia merupakan transpormasi
hubungan manusia dengan alam gaib sebagaimana tergambar dalam setiap prosesi
upacara. Di sinilah masyarakat memperjelas dan mempertegas konsep tentang apa
yang mereka yakini dan adat yang mereka jalankan. Usaha memperjelas itu dilalui
dengan tindakan, mantra-mantra, nyanyian, musik dan tari, sampai pada penuangan
simbol-simbol tertentu. Konsep seperti ini akhirnya membawa posisi religi lebih
mendominasi dalam kehidupan mereka. Mereka membagi upacara-upacara tersebut
menjadi beberapa macam sebagai beikut.
1.
Upacara yang Berkaitan dengan
Inisiasi
ü
Upacara sebelum
perkawinan.
Biasanya sebelum
upacara pernikahan diadakan, terlebih dahulu pihak keluarga melakukan Bahaupm
(musyawarah). Pada upacara ini calon mempelai laki-laki dan mempelai perempuan
akan menentukan apakah suami ikut istri atau sebaliknya.
2. Upacara Ngaladakng Buntikng
Upacara ini dilaksanakan di kamar suami istri pada saat
hamil 3 bulan. Upacara ini dilakukan dengan maksud menghindari keguguran,
terutama saat hamil pertama.
3.
Upacara Batalah
Upacara Batatah, yaitu upacara untuk memberi nama pada bayi
yang baru lahir. Upacara ini dilakukan setelah tiga atau tujuh hari kelahiran
bayi yang didahului dengan prosesi pemandian bayi. Apabila upacara ini
dilakukan pada hari ketiga setelah kelahiran bayi, maka upacara ini harus
disertai dengan penyembelihan seekor ayam untuk selamatan. Bila upacara
dilaksanakan pada hari ketujuh, maka disembelih seekor babi untuk perjamuan dan
balas jasa yang menolong kelahiran.
4.
Upacara Batenek
Batenek adalah upacara melubangi telinga anak perempuan.
Upacara ini dilakukan setelah anak berumur antara dua sampai
tiga tahun.
5.
Upacara Babalak
Babalak adalah upacara penyunatan anak laki-laki di bawah
usia sepuluh tahun. Upacara ini masih tetap dijalankan walaupun orang Dayak
masih memegang kuat kepercayaan lama. Dalam upacara ini biasanya disembelih
tiga ekor babi dan dua belas ekor ayam. Bagi keluarga yang tidak mampu,
perayaannya dapat digabungkan dengan keluarga lain yang mampu, namun harus
menyumbang seekor ayam, tiga kilogram beras sunguh (beras biasa), dan tiga
kilogram beras pulut (ketan).
6.
Upacara Nabo’ Panyugu Tahutn
Upacara ini dilakukan untuk menetapkan lokasi pertanian
dengan sembahyang di Panyugu untuk memohon keselamatan dan berkah yang baik.
Hal ini dilakukan karena masyarakat Dayak Kanayatn parcaya bahwa keberhasialan
ritual dapat menentukan keberhasilan panen mereka tahun itu.
7.
Upacara Ngawah
Upacara ini dilakukan malam hari untuk mencari tempat
yang cocok untuk menanam padi. Pencarian lahan dilakukan dengan cara mengetahui
gajala-gejala alam seperti bunyi burung dan binatang yang dapat memberi
petunjuk kepada mereka dalam menentukan lahan pertanian. Adapun binatang-binatang
itu, seperti kunikng, kalingkoet, tampi’ seak, ada’atn. Jika terdengar bunyi di
atas bukit, berarti pertanian di dataran tinggi akan berhasil (ladang), namun
bila bunyi berasal dari lembah, maka hal itu merupakan tanda pertanian ladang
akan suram. Bila ditemukan bangkai binatang di atas lahan pertanian, menandakan
bahwa lahan yang sudah ditentukan itu baik untuk ditanami.
8.
Upacara Mandangar Rasi
Upacara ini dilakukan setelah upacara Ngawah. Upacara ini
merupakan tanda bunyi dari alam yang menyatakan baik atau buruk hasil pertanian
nanti (pesan rasi). Apabila pesan rasi dianggap baik, maka pekerjaan
diteruskan, sebaliknya bila pesan dari rasi tidak baik, maka pekerjaan harus
dihentikan.
9.
Kegiatan Ngaratas
Ngaras merupakan kegiatan membuat lajur batas atas lahan
pertanian dengan lahan tetangga. Setelah itu barulah bahuma (menebas) hutan
sampai dengan selesai. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman dan
agar tidak terjadi pengambilan batas tanah ladang orang lain.
10. Upacara Naik Dango
Upacara Naik Dango merupakan upacara inti dari beberapa
tahapan upacara yang berkaitan dengan panen padi (pesta penen). Upacara ini
merupakan upacara syukuran padi yang dilaksanakan masyarakat Dayak Kanayatn
setiap setahun sekali pada tanggal 27 April. Pelaksanaannya dilakukan secara
bergiliran setiap kecamatan di Kabupaten Landak. Upacara ini merupakan upacara
besar yang banyak melibatkan masyarakat dan kesenian di dalamnya.
11. Tradisi Lisan dan Adat Dayak
Kanayatn
Tradisi lisan Dayak Kanayatn sama halnya dengan adat yang
berlaku dalam kehidupan mereka. Adat ini meliputi seluruh aspek kehidupan dan
berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Ia mengatur kehidupan masyarakat dalam
berinteraksi. Ketika masyarakat Dayak Kanayatn melanggar hukum adat, mereka
sangat malu ketimbang mereka melanggar peraturan pemerintah. Hal ini karena
adat merupakan peraturan warisan nenek moyang yang bersifat universal dan
mengikat. Tidak menghormati adat dianggap “tidak beradat”. Bila masyarakat
Dayak Kanayatn tidak beradat, maka dapat disamakan bukan orang Dayak. Hal
seperti inilah yang menyebabkan tradisi lisan dan adat sangat dihormati, serta
dijunjung tinggi dalam kehidupan masyarakatnya.
Tradisi lisan Dayak Kanayatn terkait erat dengan upacara. Semua tata
pergaulan, perilaku dan upacara dalam masyarakat Dayak Kanayatn diatur oleh
adat dan adanya sangsi bagi setiap pelanggaran. Melalui adat ini pula semua
bentuk upacara dan musik dalam upacara dapat terjaga kelestariannya. Artinya
adat atau tradisi lisan Dayak Kanayatn mengharuskan adanya upacara, sedangkan
upacara berkaitan erat dengan musik sebagai bagian upacara.
Tradisi lisan masyarakat Dayak Kanayatn merupakan bagian dari mitos
yang berhubungan dengan kepercayaan. Mitos-mitos ini menerangkan suatu kejadian
yang suci atau suatu peristiwa yang dialami nenek moyang jaman dahulu. Masa
purba merupakan masa yang suci dan pada waktu itu masih terjadi pertemuan
dengan Ilahi. Keseluruhan mitos ini menjadi dasar tingkah laku untuk mendukung
stabilitas pergaulan di masyarakat. Masyarakat sangat menghormati mitos, karena
adat lahir dari mitos tersebut. Oleh karena itu wajar saja bila sebagian orang
menganggap mitos sebagai kitab sucinya masyarakat Dayak Kanayatn, bahkan bagi
seluruh masyarakat Dayak di Kalimantan.
Tradisi lisan Dayak Kanayatn terbagi menjadi dua bagian, yaitu yang
bercorak cerita, seperti cerita rakyat, legenda, epik, dan yang bercorak bukan
cerita, seperti ungkapan, nyanyian puisi lisan, peraturan dan upacara adat.1.
Adapun tradisi lisan tersebut adalah sebagai berikut :
v Bercorak Cerita adalah
:
v Singara, jenis cerita rakyat biasa
yang berhubungan dengan situasi kehidupan di masyarakat, seperti cerita jenaka,
cerita pelipur lara, cerita binatang dan cerita percintaan.
v Gesah, adalah cerita yang
berhubungan dengan agama lama atau agama asli dan asal usul kehidupan.
Contohnya cerita pahlawan, asal usul dunia, kehidupan, manusia, asal usul padi
dan bercocok tanam (berladang), dan lain sebagainya.
v Osolatn, yaitu kisah asal usul
keturunan (jujuhatn) atau tentang silsilah keturunan suatu keluarga yang dapat
dilacak lewat cerita tersebut. Contohnya seperti Osolatn atau jujuhatn Bukit
Talaga.
v Batimakng, yaitu kegiatan yang
bersifat hiburan atau bujukan orang tua untuk anak-anak. Biasanya dibawakan
pada waktu senggang atau saat mau tidur, seperti pepatah, pantun atau lagu
(lagu pengantar tidur).
v Pantutn, yaitu cerita berbentuk
puisi yang berisi nasehat, peringatan, dan kasih sayang. Pantun ini banyak
dibawakan dalam lagu-lagu Jonggan
v Sungkalatn atau sungkaatn, yaitu
cerita berbentuk perumpamaan atau pepatah tentang peringatan, penjelasan dan
nasehat.
v Salong, yaitu cerita dalam bentuk
sindiran tentang suatu kebiasaan atau perilaku yang kurang baik mengenai
pergaulan dalam masyarakat.
v Bercorak Bukan Cerita
v Sampore’, yaitu upacara yang
berhubungan dengan rehabilitasi hubungan yang pernah cacat atau selisih,
seperti dalam upacara perobatan Lenggang, Liatn, Dendo, Babuis (karena jukat
atau roh halus yang mengganggu), Bapipis dan Batapukng Tawar.
v Lala’, adalah semacam pantang atau
larangan bagi masyarakat Kanayatn untuk makan makanan jenis tertentu, melakukan
perkerjaan tertentu. Sebagai contoh bapantang sehabis mengadakan upacara ka’
Panyugu yang dilakukan masyarakat Dayak Kanayatn di sekitar Bukit Talaga.
v Tanung, yaitu menentukan
jenis perbuatan untuk mencari cara terbaik sebelum melakukan sesuatu dalam
keadaan mendesak, seperti keadaan gawat, perang dan lain sebagainya. Tanung ini
terbagi menjadi 5 macam, yaitu Tanung Ai’, Tanung Tali, Tanung Karake’, Tanung
Sarakng Pinang, dan Tanung Dapa’ Layakng.
v Baremah, yaitu permohonan penutup
dalam suatu upacara atau sebagai tanda syukur atas hasil pekerjaan, seperti
upacara pasca panen.
v Renyah, yaitu sejenis pantun yang
dilagukan yang biasanya berisi nasehat, sindiran, dan pesan yang terkait dengan
kehidupan. Renyah biasanya dituturkan saat ke ladang, kebun dan hutan.
v Bacece’, yaitu perundingan para
tokoh kampung, sanak keluarga, kerabat sekampung mengenai budi, hutang orang
yang telah meninggal.
v Pangka’, yaitu upacara untuk
memperingati Ne’ Baruakng sewaktu turun ke bumi membawa padi dan mengajarkan
tradisi berladang kepada manusia.
v mura’atn, yaitu melakukan doa secara
pribadi agar tidak ditimpa malapetaka.
v Liatn, yaitu upacara ritual yang
bersifat magis dan sakral dalam bentuk tarian dan doa atau vokal mantra (mantra
yang dinyanyikan). Tujuannya pelaksanaan upacara ini tergantung dari orang atau
keluarga yang melaksanakan, seperti berobat, mayar niat (membayar niat),
ngangkat paridup (mengharap kehidupan yang lebih baik), dan lain sebagainya.
v Mulo, yaitu pengucilan bagi orang
yang melanggar adat istiadat dalam suatu masyarakat adat.
v Gawe atau Gawai, yaitu upacara
syukur atas apa yang telah diberikan Jubata atau menandai awal suatu kehidupan
baru, seperti Gawe pasca panen, Gawe Balak (awal masa remaja), dan Gawe
Penganten (menempuh hidup baru dalam berkeluarga).
v Totokng, yaitu upacara penghormatan
kepada kepala kayauan (kepala hasil mangayau) agar jangan sampai terkena kutuk
kepala tersebut. Upacara ini dapat pula dikatakan untuk membuang sangar (dosa)
atas kesalahan yang dilakukan saat Mangayau (memotong kepala) zaman dahulu.
v Nyangahatn, yaitu upacara sembahyang
atau berdoa menurut agama asli orang Dayak Kanayatn. Nyangahatn biasanya
dilakukan sebelum melakukan sesuatu atau pada awal melakukan suatu upacara agar
selamat dan terhindar dari gangguan makhluk halus. Nyangahatn juga digunakan
untuk memanggil roh halus yang akan dimintai bantuannya dalam ritual pengobatan
tradisional, seperti pengobatan dalam upacara liatn.
v Dendo dan Lenggang, yaitu ritual perdukunan tradisi
Dayak Kanayatn yang bersifat magis dan mendapat pengaruh budaya Melayu dan
Cina. Tujuan upacara ini biasanya menyesuaikan niat orang)
v atau keluarga yang melaksanakan
upacara tersebut.
BAB. III
PENUTUP.
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan ulasan pada pembahasan
maka dapat disimpulkan bahwa :
1.
Suku Dayak kenayant memiliki beberapa jenis upacara adat yang tidak
dapat dipisahkan dari system kepercayaan dan religi yang diwujudkan melalu
berbagai ritual yang di maksudkan sebagai pembuktian keyakinan terhadap Jubata
dan merupakan transpormasi hubungan manusia dengan alam gaib
2.
Jenis upacara Tradisional suku dayak kenayant antara Lain :
B. SARAN
1. Sebainya kita harus menjaga
kelestarian budaya adat istiadat yang ditinggalkan oleh nenek moyang
kita dan juga tetap mengikuti perkembangan jama agar tidak menjadi masyarakat
terbelakang
2. Kenajuan teknologi Juga sebaiknya harus di imbangi dengan ketaatan terhadap
norma di masyarakat agar tidak terjadi penyimpangan
DAFTAR PUSTAKA
Stepanus
Djuweng ed., Manusia Dayak, Orang Kecil yang Terperangkap Modernisasi
(Pontianak: Institute of Dayakology Research and Development, 1998) pp. 59-71.
Umar Kayam, Seni, Tradisi, Masyarakat (Jakarta: Sinar
Harapan, 1981), p. 60.
Ibid , p. 58.
Koentjaraningrat,
Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Rineka Cipta, Cetakan kelapan, 1990), pp.
186-188.
Wawancara langsung dengan Maniamas Miden Sood, Seniman
dan Dukun Dendo, 29 April 2006, Dsn. Asong Pala, Ds. Aur Sampuk, Kec. Sengah
Temila, Kab. Landak, Kalimantan Barat. Diijinkan untuk dikutip.
Al Yan Sukanda, “Tradisi Musikal dalam Kebudayaan Dayak”,
dalam Paulus Florus, ed., op.cit., p. 133.
ini baru tentang 1 suku dayak... bayangkan kalau adat dari ratusan suku dayak lainnya ditulis dan diposkan seperti ini ... dibaca oleh siapa saja yg tertarik dg budaya dan adat istiadat... siapa tau mereka akan bilang woww :)
BalasHapusitu lah.................
BalasHapussaya lagi berusaha mencari data tentang obat tradisional suku dayak.
saya sangat trtarik untuk tahu lebih dalam tentang suku dayak, karena generasi yang sekarang sangat minim pengetahuan tentang suku dan budaya sendiri :) termasuk saya hehe
BalasHapus